Oleh Harmen Batubara
Kereta
Cepat Jakarta–Bandung (KCJB), yang beroperasi dengan nama komersial Whoosh,
telah memposisikan diri sebagai proyek infrastruktur transformatif dan simbol
penting dari Inisiatif Sabuk dan Jalan (Belt and Road Initiative/BRI) Tiongkok
di Asia Tenggara.1 Whoosh bukan hanya
menandai era baru transportasi di Indonesia, tetapi juga merupakan kereta cepat
pertama di Indonesia dan Asia Tenggara, beroperasi dengan kecepatan hingga 350
km/jam.2 Proyek ini secara
dramatis memotong waktu tempuh antara Jakarta dan Bandung, yang semula memakan
waktu 3 hingga 4 jam, menjadi hanya sekitar 30 hingga 60 menit.1 Keberhasilan teknis dan kecepatan
Tiongkok dalam menyelesaikan pembangunan menempatkan Whoosh sebagai etalase
kemampuan Tiongkok untuk mengekspor solusi HSR yang canggih dan kompetitif ke
negara-negara berkembang.
Secara
strategis, proyek Whoosh sangat relevan dalam kerangka BRI, di mana Asia
Tenggara memainkan peran penting sebagai titik konvergensi antara
"Sabuk" darat dan "Jalan" laut BRI.1 Whoosh diharapkan dapat menjadi
katalisator pertumbuhan ekonomi, menciptakan lapangan kerja, dan mendorong
modernisasi Indonesia.3
Ambisi proyek ini meluas hingga dampak lingkungan, di mana diharapkan dapat
mendorong masyarakat beralih dari transportasi pribadi ke transportasi publik,
sehingga berkontribusi pada upaya dekarbonisasi sektor transportasi.6
Kontradiksi antara Utilitas Publik dan Fiskal
Layanan
Whoosh telah diterima dengan antusiasme tinggi oleh masyarakat. Data
operasional menunjukkan validasi pasar yang kuat, dengan rekor volume penumpang
harian mencapai 25.000 orang.2
Pencapaian ini menegaskan Whoosh sebagai moda transportasi yang dibutuhkan dan
diminati, melayani lebih dari 12 juta penumpang sejak diresmikan pada Oktober
2023 hingga Februari 2025.4
Namun, keberhasilan operasional dan utilitas publik ini diimbangi oleh beban finansial yang sangat besar. Total investasi proyek mengalami pembengkakan biaya (cost overrun), dari perkiraan awal US$5.5 miliar menjadi sekitar US$7.27 miliar.8 Skema pembiayaan didominasi oleh pinjaman dari China Development Bank (CDB), yang menyumbang 75 persen dari total pembiayaan utang.4 Kontradiksi antara performa operasional yang sangat baik dan struktur modal yang terlalu berat ini menjadi tantangan inti dalam memastikan keberlanjutan Whoosh di masa depan.
Tulisan
ini bertujuan untuk menyajikan analisis kritis dan berbasis penelitian mengenai
keberlanjutan Whoosh dalam jangka panjang. Analisis akan mengupas tuntas
implikasi geopolitik BRI, memverifikasi keberhasilan operasional dan transfer
teknologi, mendalami tantangan fiskal akibat utang CDB, dan, yang paling
penting, menawarkan resep kebijakan yang terukur dan konstruktif. Rekomendasi
yang disajikan berfokus pada restrukturisasi keuangan yang diperlukan dan
strategi optimalisasi komersial, termasuk percepatan integrasi jalur pengumpan
(feeder) dan peningkatan pendapatan non-tiket.
Geopolitik dan
Model Pembiayaan Infrastruktur Tiongkok
Inisiatif Belt and Road (BRI) sebagai Kebijakan Merkantilisme Modern
Proyek
Whoosh tidak dapat dipisahkan dari konteks yang lebih luas mengenai BRI sebagai
kebijakan luar negeri dan ekonomi strategis Tiongkok. Dalam perspektif ekonomi
politik internasional, BRI berfungsi sebagai alat strategis bagi Tiongkok untuk
memperluas pengaruh politik dan ekonominya melalui investasi besar-besaran di
sektor infrastruktur global.9
Penelitian mengemukakan bahwa BRI merepresentasikan merkantilisme modern, menempatkan
Tiongkok sebagai aktor dominan dalam tata kelola politik dan keamanan di Asia.9
Indonesia
memegang peranan kunci dalam strategi BRI, menjadi penerima investasi terbesar
di dunia melalui inisiatif ini, dengan total investasi mencapai US$5.6 miliar,
hampir dua kali lipat dari penerima terbesar kedua, Peru.5 Proyek Whoosh, sebagai investasi
infrastruktur unggulan, merupakan simbol kemitraan strategis ini. Meskipun
proyek ini menjanjikan peningkatan konektivitas dan percepatan perdagangan,
ketergantungan pada pembiayaan dan teknologi Tiongkok menimbulkan kekhawatiran
geopolitik, termasuk potensi asimetri hubungan bilateral dan risiko terkait
kedaulatan, yang perlu dikelola secara hati-hati.10
Perbandingan Whoosh dengan Proyek BRI HSR Lain di ASEAN
Whoosh
adalah bagian dari visi konektivitas rel yang lebih besar di Asia Tenggara.1 Untuk memahami posisi Whoosh, perlu
dilakukan perbandingan dengan proyek HSR BRI regional lainnya.
Proyek
Kereta Api Laos-Tiongkok, misalnya, sering dilihat sebagai flagship BRI
di Asia Tenggara.1 Proyek ini telah
menunjukkan keberhasilan dalam mendorong perdagangan regional dan mencatat
rekor penumpang serta kargo.11
Sementara itu, Whoosh dan East Coast Rail Link (ECRL) di Malaysia sama-sama
menghadapi isu pembengkakan biaya dan perlunya negosiasi ulang pembiayaan.
Dalam
konteks BRI, struktur pembiayaan Whoosh menjadi studi kasus yang menarik.
Meskipun literatur global sering membahas risiko "jebakan utang" (debt-trap
diplomacy), kasus Whoosh menunjukkan agensi Indonesia dalam mengambil
keputusan pembangunan.5
Analisis menunjukkan bahwa struktur Whoosh mengindikasikan keberhasilan
Tiongkok dalam memitigasi risiko finansial proyek BRI, sambil mempertahankan
pengaruh substansial dalam teknologi dan rantai pasokan. Hal ini karena
meskipun Indonesia memiliki mayoritas saham operasional, risiko finansial utang
ditanggung oleh konsorsium BUMN Indonesia.
Struktur Kepemilikan dan Pengendalian PT KCIC
PT
Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC) adalah entitas gabungan yang bertanggung
jawab atas pembangunan dan operasional Whoosh. Konsorsium Indonesia, PT Pilar
Sinergi BUMN Indonesia (PSBI), memegang 60 persen saham, sementara konsorsium
Tiongkok, Beijing Yawan HSR Co. Ltd, memiliki 40 persen sisa saham.4 Konsorsium PSBI sendiri merupakan
gabungan empat BUMN, dipimpin oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI.12
Yang
krusial adalah alokasi risiko finansial. Meskipun kepemilikan saham KCIC
didominasi oleh pihak Indonesia (60%), mayoritas pendanaan proyek, yakni 75
persen dari total biaya proyek yang membengkak, berasal dari pinjaman CDB.4 Rincian utang ini mencakup pinjaman
$2.74 miliar dalam denominasi Dolar AS untuk porsi utang PSBI, dan $1.83 miliar
dalam Renminbi untuk porsi Tiongkok.12
Kombinasi mayoritas saham lokal dengan dominasi utang luar negeri (75%)
menciptakan situasi di mana Indonesia menanggung sebagian besar risiko fiskal
dan risiko nilai tukar, meskipun berusaha mempertahankan kontrol operasional
proyek.
Keberhasilan Operasional
dan Dampak Sosial Whoosh
Analisis Tingkat Okupansi dan Volume Penumpang
Keberhasilan
operasional Whoosh merupakan validasi fundamental terhadap kelayakan komersial
rute Jakarta–Bandung. Sejak dioperasikan secara komersial, Whoosh telah
mencatat peningkatan volume penumpang yang konsisten. Pencapaian rekor 25.000
penumpang harian 2 dan total lebih
dari 12 juta penumpang hingga awal 2025 menunjukkan bahwa layanan ini tidak
hanya memenuhi ekspektasi, tetapi juga melampaui prediksi awal.4
Volume
penumpang yang tinggi ini menunjukkan bahwa Whoosh telah bertransformasi
menjadi "kereta komuter super cepat".13 Ini berarti Whoosh kini dimanfaatkan
untuk perjalanan pulang-pergi harian, bukan sekadar untuk perjalanan rekreasi,
menjamin utilitas yang stabil dan berkelanjutan. Meskipun whoosh berhasil
mencapai penutupan biaya operasionalnya sendiri (operational expenditure
coverage) 4, penting untuk
membedakan keberhasilan menutup biaya operasional dari kemampuan untuk
menanggung kewajiban utang pokok dan bunga yang besar.
Indeks Kepuasan Konsumen dan Keunggulan Kompetitif
Dukungan
publik terhadap Whoosh juga tercermin dalam tingkat kepuasan pelanggan yang
tinggi. Laporan Populix menunjukkan bahwa 94 persen responden yang pernah
menggunakan Whoosh merasa puas.14
Kepuasan ini didorong oleh pengalaman perjalanan yang nyaman, efisien, dan
tepat waktu.14
Di
luar aspek layanan, Whoosh juga memberikan dampak positif pada isu strategis
nasional, khususnya terkait lingkungan. Dengan waktu tempuh yang sangat
singkat, Whoosh menawarkan alternatif menarik yang diharapkan dapat mendorong
masyarakat beralih dari penggunaan kendaraan pribadi.6 Peralihan ini menjadi kunci dalam
upaya pemerintah untuk mengurangi tingkat kemacetan dan menekan emisi karbon di
koridor ekonomi Jawa Barat.7
Keberhasilan Transfer Teknologi dan Peningkatan SDM Lokal
Salah
satu elemen penting dari Whoosh sebagai simbol keberhasilan BRI di ASEAN adalah
proses transfer teknologi dan peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) lokal. Data
menunjukkan bahwa 87 persen tenaga kerja yang terlibat dalam proyek KCJB
merupakan pekerja lokal.16
Program
transfer knowledge yang dilakukan bersama tenaga ahli China Railway
menunjukkan kemajuan signifikan. Hingga Oktober 2025, sebanyak 513 SDM
Indonesia, atau 89 persen dari total peserta, telah menerima alih pengetahuan
dan menjalani proses handover untuk bertugas dalam bidang operasional
dan perawatan Whoosh.17
Ini mencakup 113 SDM bidang operasional (masinis, petugas OCC), 53 SDM
pemeliharaan EMU, dan 347 SDM yang menangani aset tetap seperti jembatan,
sinyal, dan kelistrikan.17
Kemandirian
operasional ini ditegaskan oleh kemampuan masinis Indonesia untuk berhasil
mengoperasikan kereta cepat Whoosh pada kecepatan 350 km/jam.18 Pencapaian ini membuktikan bahwa
proyek Whoosh telah berhasil menjadi katalisator bagi peningkatan kompetensi
tenaga kerja nasional dan kemandirian bangsa dalam mengelola dan mengoperasikan
sistem kereta cepat.4 Keberhasilan
operasional yang didukung oleh SDM lokal yang kompeten merupakan prasyarat
vital yang akan memberikan daya tawar yang kuat bagi Indonesia dalam negosiasi
restrukturisasi finansial di masa depan.
Analisis  Tantangan Finansial Whoosh
Kronologi Pembengkakan
Biaya dan Total Investasi Proyek
Tantangan
utama yang mengancam keberlanjutan Whoosh adalah beban finansial yang
diwariskan dari pembengkakan biaya proyek. Biaya awal yang direncanakan sebesar
US$5.5 miliar membengkak menjadi sekitar US$7.27 miliar, menghasilkan kenaikan
biaya sebesar US$1.77 miliar.8
Pembengkakan
biaya ini, ditambah dengan kebutuhan pendanaan utang, memaksa konsorsium KCIC
untuk menanggung utang baru. Dari total kenaikan biaya tersebut, 75 persen
dibiayai oleh pinjaman baru dari CDB, sementara sisanya ditutup melalui
penambahan ekuitas dari KCIC.8
Meskipun pinjaman CDB untuk Whoosh seringkali ditawarkan dengan suku bunga yang
relatif rendah (2% untuk porsi USD), total kewajiban utang dasar yang
membengkak ini menjadi masalah utama.
Struktur Utang Pinjaman
China Development Bank (CDB)
Struktur
pinjaman dari CDB sangat kompleks dan menjadi sumber risiko fiskal utama bagi
BUMN Indonesia.
Pinjaman
CDB terbagi menjadi dua fasilitas utama 12:
1.    Fasilitas
Pinjaman USD: Senilai $2.74 miliar dalam denominasi Dolar AS. Pinjaman ini memiliki
tenor 40 tahun dengan masa tenggang (grace period) 10 tahun dan suku
bunga relatif rendah, yakni 2 persen. Pinjaman ini dialokasikan untuk
menanggung 75 persen porsi utang konsorsium Indonesia (PSBI).
2.    Fasilitas
Pinjaman RMB: Senilai $1.83 miliar dalam denominasi Renminbi (RMB). Pinjaman ini juga
bertenor 40 tahun dengan masa tenggang 10 tahun, tetapi dengan suku bunga yang
lebih tinggi, yaitu 3.46 persen.
Dampak langsung dari utang masif ini adalah beban bunga tahunan yang diperkirakan mencapai sekitar Rp2 triliun.8 Meskipun KCIC mengklaim telah mampu menutup biaya operasional 4, beban bunga ini jauh melampaui kemampuan internal PT KCIC dalam jangka pendek. Laporan keuangan PSBI per Juni 2025 menunjukkan total kewajiban mencapai Rp18.93 triliun, dan meskipun kerugian operasional membaik, kerugian bersih masih tercatat sebesar Rp1.62 triliun.12
Tabel: Struktur Pinjaman
dan Beban Finansial Whoosh (Estimasi)
| Parameter Finansial | Total Nilai (USD/IDR) | Porsi Utang Indonesia (PSBI) | Suku Bunga & Tenor | 
| Total Investasi Akhir (Estimasi) | ~$7.27 Miliar | N/A | N/A | 
| Pinjaman CDB (Porsi PSBI) | $2.74 Miliar (USD) | 75% Utang PSBI | 2% (40 Tahun, Grace Period 10
  Tahun) | 
| Pinjaman CDB (Porsi Tiongkok) | $1.83 Miliar (RMB) | N/A | 3.46% (40 Tahun, Grace Period 10
  Tahun) | 
| Beban Bunga Tahunan (Estimasi) | ~Rp2 Triliun | N/A | N/A | 
Dampak Fiskal dan Risiko Ketergantungan Ekonomi
Suku
bunga 2% untuk pinjaman dalam USD yang didapatkan oleh PSBI tergolong
kompetitif. Namun, masalah mendasar Whoosh bukanlah suku bunga yang tinggi,
melainkan base debt yang terlalu besar akibat pembengkakan biaya yang
signifikan.8 Selain itu, karena
utang ini didominasi oleh denominasi asing (USD dan RMB), terdapat risiko nilai
tukar yang besar, yang akan semakin memberatkan beban cicilan dalam Rupiah di
tengah fluktuasi mata uang global.
Meskipun
komunitas peneliti cenderung meredakan narasi "jebakan utang"
Tiongkok, Whoosh menjadi kasus pembelajaran yang mahal. Pinjaman besar, bahkan
dengan suku bunga rendah, membawa risiko fiskal yang sangat besar jika proyek
gagal memenuhi target pendapatan awal, yang menuntut adanya solusi
restrukturisasi finansial yang berani.8
Beban utang yang ditanggung oleh PSBI—yang di dalamnya melibatkan BUMN induk
seperti KAI—menimbulkan tekanan serius terhadap neraca keuangan BUMN dan
berpotensi memerlukan intervensi fiskal negara.
Restrukturisasi Keuangan Kunci
Kelangsungan Jangka Panjang
Pemetaan Opsi
Restrukturisasi Utang
Mengingat
bahwa Whoosh telah mencapai operational breakeven dan menunjukkan
permintaan pasar yang kuat 4,
fokus kebijakan harus dialihkan sepenuhnya untuk mengatasi beban utang. Saat
ini, berbagai opsi restrukturisasi sedang dikaji untuk mengurangi tekanan beban
bunga tahunan sebesar Rp2 triliun tersebut.
1. Perpanjangan Tenor dan Grace Period
Opsi ini dianggap paling realistis dalam negosiasi
yang sedang berlangsung dengan CDB.22 Proposal untuk memperpanjang tenor utang
hingga 60 tahun 23 akan secara drastis mengurangi beban cicilan pokok tahunan,
memberikan waktu yang lebih panjang bagi KCIC untuk mencapai profitabilitas
penuh setelah masa tenggang habis.
2. Peningkatan Ekuitas BUMN
Pemerintah sedang mempertimbangkan penggunaan dana
dividen BUMN (yang diperkirakan mencapai Rp90 triliun) sebagai tambahan ekuitas
untuk menyuntik KCIC atau untuk menalangi layanan utang.8 Peningkatan ekuitas
ini akan mengurangi proporsi utang terhadap ekuitas (D/E ratio) KCIC. Namun,
perlu dicatat bahwa opsi ini memindahkan beban pendanaan dari CDB ke anggaran
domestik, yang berpotensi mengurangi ketersediaan dana BUMN untuk proyek
strategis lainnya.
3. Pengalihan Infrastruktur ke Pemerintah (Asset
Transfer)
Opsi strategis yang juga dikaji adalah menyerahkan
kepemilikan aset infrastruktur Whoosh (jalur rel, jembatan, dan stasiun) kepada
pemerintah.8 Ini adalah praktik umum dalam industri kereta api di mana
pemerintah menanggung aset jangka panjang melalui skema Public Service
Obligation (PSO), sementara operator (KCIC) fokus pada operasi dan layanan.
Dengan memisahkan aset dari utang operasional, risiko finansial KCIC dapat
diminimalisir, mengakui Whoosh sebagai aset strategis nasional yang memerlukan
jaminan kedaulatan finansial negara.
Proses
negosiasi utang dengan Tiongkok ini bersifat kompleks dan memerlukan
persetujuan tingkat tertinggi, di mana keputusan akhirnya masih menunggu
Keputusan Presiden (Keppres).24
Analisis Sensitivitas
Beban Bunga dan Utang Pokok
Fokus
negosiasi restrukturisasi tidak hanya harus berpatokan pada perpanjangan tenor.
Pemerintah perlu memanfaatkan data operasional Whoosh yang solid (25k penumpang/hari)
sebagai leverage untuk meminta term yang lebih baik, termasuk
kemungkinan penurunan suku bunga atau mitigasi risiko nilai tukar.
Setiap
penurunan suku bunga, bahkan 1% pada pinjaman $2.74 miliar, akan menghasilkan
penghematan fiskal yang substansial. Kasus Whoosh menjadi pengingat bahwa
meskipun klaim debt trap sering dibantah, negara penerima harus lebih
tegas dalam mengelola struktur utang dan pembagian risiko cost overrun.8
Selain
itu, transparansi fiskal dan disiplin tata kelola sangat diperlukan. Kajian ADB
menegaskan bahwa proyek Public-Private Partnership (PPP) yang sukses harus
ditandai dengan keterbukaan data proyek dan pemisahan aset serta utang melalui Special
Purpose Vehicle (SPV).20
Implementasi pola tata kelola serupa akan memastikan Whoosh menjadi motor
integrasi ekonomi, bukan hanya sekadar entitas yang cepat di rel namun rapuh di
neraca.
Strategi Komersial dan
Optimalisasi Pendapatan Non-Tiket
Peningkatan Pendapatan Non-Farebox Revenue
Untuk
mengurangi sensitivitas terhadap harga tiket dan menciptakan bantalan fiskal
untuk menanggung beban bunga, diversifikasi pendapatan non-tiket (Non-Farebox
Revenue/NFR) menjadi strategi komersial yang vital. KCIC telah mengambil
langkah proaktif dalam hal ini.25
Salah satu upaya yang berhasil diimplementasikan adalah kerja sama dengan industri periklanan, khususnya media luar ruang (Out-of-Home/OOH). Kolaborasi ini, misalnya dengan Pixel Group, bertujuan untuk membangun ekosistem media luar ruang terintegrasi pada moda transportasi cepat di Asia Tenggara. Pemanfaatan teknologi berbasis data real-time dan kreativitas di stasiun-stasiun Whoosh akan secara signifikan menaikkan potensi pendapatan non-inti (non-core revenue).25
Manajemen Hasil dan Strategi Penetapan Harga Tiket
KCIC
perlu mengimplementasikan strategi manajemen hasil yang canggih, memanfaatkan
volume penumpang harian yang tinggi (25.000) 2 untuk mengoptimalkan pendapatan per
kursi. Penetapan harga dinamis, berdasarkan permintaan, jam sibuk, dan musim,
harus diterapkan secara maksimal.
Selain
itu, Whoosh dapat meningkatkan loyalitas dan menjamin pendapatan bulanan
melalui penawaran kartu berlangganan dan tiket hemat bagi penumpang komuter reguler.2 Pendekatan ini akan menstabilkan cash
flow dan memaksimalkan revenue capture dari pasar komuter super
cepat yang telah terbukti ada.13
Pemanfaatan Whoosh Dalam Program Wisata dan Investasi Koridor Ekonomi
Whoosh
telah memberikan dampak positif yang signifikan pada sektor pariwisata, dengan
melayani 4 juta penumpang hingga pertengahan 2024.26 Strategi komersial harus
mengintegrasikan layanan Whoosh dengan program wisata dan investasi di
sepanjang koridornya.
Efek
ganda ekonomi (multiplier effect) dari Whoosh terlihat dari munculnya
pusat pertumbuhan ekonomi baru di sekitar stasiun.3 Sebagai contoh, Stasiun Karawang,
yang merupakan bagian dari kawasan industri besar di Jawa Barat, diproyeksikan
dapat melayani 3.000 hingga 5.000 penumpang per hari, dengan potensi mencapai
belasan ribu jika akses membaik.27
Pengembangan kawasan sekitar stasiun melalui konsep Transit Oriented
Development (TOD) akan menciptakan lapangan pekerjaan baru, meningkatkan
kualitas hidup masyarakat, dan merangsang aktivitas retail, yang pada akhirnya
meningkatkan pendapatan non-farebox KCIC.
Integrasi Multimoda dan
Pengembangan Jalur Feeder
Pentingnya Sistem Feeder
Terintegrasi untuk Penetrasi Pasar
Kecepatan
Whoosh dapat tereduksi secara efektif jika aksesibilitas menuju stasiun masih
sulit.20
Oleh karena itu, kunci untuk mencapai potensi pendapatan maksimum Whoosh adalah
integrasi yang mulus dengan moda transportasi lain.7
Meskipun
Tiongkok berhasil membangun jalur utama HSR dengan cepat, implementasi
infrastruktur feeder yang menjadi tanggung jawab domestik berjalan lebih
lambat. Kebutuhan mendesak adalah mengintegrasikan Whoosh dengan LRT, MRT,
TransJakarta, dan KRL.6
Kegagalan di sisi feeder secara langsung membatasi Total Addressable
Market (TAM) Whoosh, dan karenanya, potensi pendapatannya.
Proyeksi dan Rencana Integrasi di Stasiun Utama
Di
setiap stasiun utama Whoosh, rencana integrasi harus dipercepat:
1.    Stasiun
Tegalluar (Bandung Raya): Rencana pembangunan Light Rail
Transit (LRT) Bandung akan menjadi moda pengumpan vital bagi Whoosh. LRT
Bandung, yang ditargetkan mulai dibangun pada 2027 melalui skema Kerjasama
Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), akan menghubungkan Tegalluar dengan rute
prioritas Leuwipanjang–Dago dan Leuwipanjang–Tegalluar.28 Percepatan proyek feeder 2027 ini adalah prioritas kebijakan
yang tidak bisa ditunda.
2.    Stasiun
Karawang: Stasiun ini berfungsi sebagai katalisator untuk kawasan industri besar.
Untuk mengoptimalkan potensi 3.000 hingga 5.000 penumpang harian (dengan
potensi yang lebih besar), pembangunan akses jalan dan fasilitas pendukung
menuju stasiun harus dikebut.27
3. Stasiun Halim (Jakarta): Integrasi yang mulus dengan LRT Jabodebek dan TransJakarta harus dijamin untuk memudahkan akses penumpang dari pusat kota dan bandara.6
Mendorong Pertumbuhan Kawasan Industri dan Pariwisata
Dengan
integrasi yang efektif, Whoosh akan mentransformasi koridor Jakarta-Bandung
menjadi koridor pertumbuhan metropolitan yang koheren. Stasiun, terutama di
Karawang, bukan hanya berfungsi sebagai terminal, tetapi juga sebagai pusat
investasi dan aktivitas ekonomi. Peresmian Stasiun Karawang secara eksplisit
dinyatakan sebagai katalisator bagi pertumbuhan ekonomi lokal dan penciptaan
lapangan kerja baru di kawasan industri.27
Keberadaan Whoosh mendorong pengembangan kawasan baru di sekitar stasiun, mengubah pola mobilitas dan investasi. Hal ini konsisten dengan prinsip pembangunan berbasis transportasi umum (TOD) yang bertujuan untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi baru di wilayah lintasan kereta.7
Tabel: Matriks Strategi Optimalisasi Whoosh: Finansial dan Komersial
| Sektor Optimalisasi | Tujuan Strategis | Rekomendasi Operasional Kunci | Status Implementasi (Contoh) | 
| Finansial (Debt Restructuring) | Menurunkan Beban Bunga dan Utang
  Pokok | Negosiasi perpanjangan tenor
  (realistis) atau opsi pengalihan aset ke Pemerintah (manajemen risiko
  strategis) | Menunggu Keputusan Presiden dan negosiasi CDB 8 | 
| Komersial (Non-Tiket Revenue) | Meningkatkan Pendapatan per Kursi | Peningkatan bisnis media luar ruang
  (OOH media) dan pengembangan retail/TOD di stasiun | Kerja sama dengan Pixel Group untuk OOH 25 | 
| Konektivitas (Feeder System) | Meningkatkan Aksesibilitas dan TAM | Akselerasi pembangunan LRT Bandung
  dan integrasi Karawang-Jakarta dengan moda eksisting | Rencana LRT Bandung 2027 28, Integrasi Halim 6 | 
| Pengembangan Regional | Mendorong Efek Ganda Ekonomi | Fokus pada pengembangan
  infrastruktur akses Stasiun Karawang untuk memaksimalkan potensi kawasan
  industri | Percepatan pembangunan akses Karawang 27 | 
Kesimpulan dan
Rekomendasi Kebijakan 
Simbol Keberhasilan Teknis yang Terbebani Finansial
Whoosh
adalah simbol keberhasilan BRI di ASEAN yang dihadapkan pada dilema mendasar.
Proyek ini berhasil memenuhi janji operasional dan teknisnya: melayani 25.000
penumpang harian 2 dengan tingkat
kepuasan 94 persen 15,
serta sukses melaksanakan transfer teknologi yang menghasilkan 513 SDM lokal
yang kompeten.17
Ini memvalidasi Whoosh sebagai model keberhasilan delivery BRI di Asia
Tenggara.
Namun,
keberhasilan operasional tersebut tertutup oleh bayangan fiskal dari total
investasi sebesar US$7.27 miliar.8
Beban bunga tahunan sebesar sekitar Rp2 triliun 20, yang didorong oleh base debt
yang besar akibat pembengkakan biaya, mengancam keberlanjutan neraca konsorsium
BUMN Indonesia (PSBI). Kasus Whoosh menjadi pembelajaran yang mahal bagi
Indonesia mengenai pentingnya negosiasi alokasi risiko yang ketat dalam
mega-proyek BRI, khususnya terkait cost overrun.
Rekomendasi Prioritas untuk Pemerintah Indonesia dan KCIC
Untuk
memastikan Whoosh bertransformasi dari simbol teknis menjadi aset strategis
yang berkelanjutan secara finansial, laporan ini mengajukan empat rekomendasi
kebijakan prioritas:
1. Finalisasi Restrukturisasi Finansial yang
Berani:
Pemerintah harus segera memfinalisasi negosiasi
utang dengan CDB. Prioritas utama adalah mendapatkan perpanjangan tenor yang
signifikan (misalnya, menjadi 60 tahun) dan perpanjangan grace period untuk
mengurangi tekanan likuiditas jangka pendek. Pemerintah perlu mempertimbangkan
opsi pengalihan aset infrastruktur Whoosh ke neraca negara, dengan konsekuensi
mengubah Whoosh menjadi aset strategis yang dijamin oleh negara, untuk
membebaskan KCIC dari kewajiban utang pokok yang mencekik.8
2. Akselerasi Infrastruktur Feeder Domestik:
Keberlanjutan Whoosh bergantung pada kemampuan
Indonesia untuk mengintegrasikannya dengan sistem transportasi multimoda.7
Pemerintah Pusat dan Daerah (khususnya Jawa Barat) harus mempercepat proyek
feeder yang tertunda, terutama LRT Bandung (target 2027) 28 dan pembangunan akses
jalan yang optimal ke Stasiun Karawang.27 Setiap hari penundaan dalam proyek
feeder adalah hari di mana Whoosh gagal mencapai potensi pendapatan
maksimumnya.
3. Penguatan Non-Farebox Revenue (NFR):
KCIC harus melanjutkan dan menggandakan strategi
untuk meningkatkan pendapatan non-tiket melalui pengembangan TOD dan kemitraan
periklanan OOH.25 Target strategis adalah agar NFR dapat menutupi sebagian
besar beban bunga tahunan, sehingga harga tiket dapat dipertahankan kompetitif
dan daya tarik Whoosh terjaga.
4. Peningkatan Transparansi dan Tata Kelola
Keuangan:
Pemerintah harus menerapkan standar transparansi fiskal yang ketat dalam pengelolaan SPV KCIC, sesuai dengan praktik terbaik PPP. Disiplin tata kelola dan evaluasi berkala terhadap kinerja finansial sangat penting untuk membangun kepercayaan publik dan investor, memastikan bahwa Whoosh dapat tangguh di neraca keuangan.20
Whoosh Dari Jakarta-Bandung ke Jakarta-Surabaya
Keberhasilan
Whoosh dalam koridor Jakarta–Bandung (baik secara komersial maupun finansial
pasca-restrukturisasi) akan menjadi cetak biru dan prasyarat penting untuk
ekspansi HSR ke Surabaya di masa depan.30
Namun, perlu ditekankan bahwa rencana ekspansi harus didasarkan pada logika
ekonomi yang matang dan bukan sekadar euforia pembangunan. Indonesia harus
memastikan bahwa setiap kilometer rel baru layak secara finansial dan
fungsional, memanfaatkan pelajaran mahal yang diperoleh dari penanganan
struktur pembiayaan Whoosh.20
Bahan Bacaan yang dikutip
1.    On The
Radar: Indonesia's new railway & the BRI - Asia Media Centre, diakses
Oktober 31, 2025, https://www.asiamediacentre.org.nz/news/on-the-radar-indonesias-new-railway-and-the-bri
2.    Whoosh Terus
Dipercaya, Cetak Rekor 25 Ribu Penumpang Harian dan Lampaui 9,3 Juta Penumpang
- - KCIC, diakses Oktober 31, 2025, https://kcic.co.id/kcic-siaran-pers/whoosh-terus-dipercaya-cetak-rekor-25-ribu-penumpang-harian-dan-lampaui-93-juta-penumpang/
3.    Jakarta-Bandung
High-Speed Railway Sees Win-Win Cooperation - ä¸å›½ç§‘技网, diakses Oktober 31, 2025, https://www.stdaily.com/web/English/2024-11/05/content_251384.html
4.    Luhut
Beberkan Kondisi Kereta Cepat di Tengah Masalah Utang Proyek - detikFinance,
diakses Oktober 31, 2025, https://finance.detik.com/infrastruktur/d-8186561/luhut-beberkan-kondisi-kereta-cepat-di-tengah-masalah-utang-proyek
5.    (PDF) Global
South Responses to China's BRI Projects: A Case Study of Jakarta-Bandung
High-Speed Railway Project - ResearchGate, diakses Oktober 31, 2025, https://www.researchgate.net/publication/379491237_Global_South_Responses_to_China's_BRI_Projects_A_Case_Study_of_Jakarta-Bandung_High-Speed_Railway_Project
6.    Deretan Efek
Ganda Kereta Cepat Whoosh - Metro TV, diakses Oktober 31, 2025, https://www.metrotvnews.com/read/kewClpqn-deretan-efek-ganda-kereta-cepat-whoosh
7.    Transportasi
Terintegrasi, Kunci Keberhasilan Whoosh, diakses Oktober 31, 2025, https://deputi4.ekon.go.id/berita/view_by_id/23
8.    Besides
Indonesia's Whoosh, Which Countries Owe China for Infrastructure Development?,
diakses Oktober 31, 2025, https://en.tempo.co/read/2060194/besides-indonesias-whoosh-which-countries-owe-china-for-infrastructure-development
9.    Strategi Hegemoni
China melalui Belt Road Initiative: Implikasi terhadap Tata Kelola Politik dan
Keamanan di Asia, diakses Oktober 31, 2025, https://jpi.ubb.ac.id/index.php/JPI/article/download/316/95/
10.  Tantangan
Geopolitik Kerja Sama Indonesia China dalam Proyek Pembangunan Kereta Cepat
Jakarta-Bandung | Desentralisasi : Jurnal Hukum, Kebijakan Publik, dan
Pemerintahan, diakses Oktober 31, 2025, https://ejournal.appihi.or.id/index.php/Desentralisasi/article/view/646
11.  China-Laos
Railway Fuels Trade and Record Travel Boom in Early 2025 Amid Scrutiny, diakses
Oktober 31, 2025, https://chinaglobalsouth.com/2025/03/04/china-laos-railway-fuels-trade-and-record-travel-boom-in-early-2025-amid-scrutiny/
12.  Biaya
Bengkak Jadi Ratusan Triliun, Ini Rincian Utang Kereta Cepat Whoosh - Metro TV,
diakses Oktober 31, 2025, https://www.metrotvnews.com/read/bD2CMVl1-biaya-bengkak-jadi-ratusan-triliun-ini-rincian-utang-kereta-cepat-whoosh
13.  Capai 7,8
Juta Penumpang, Whoosh Kini Jadi Kereta Komuter Super Cepat - - KCIC, diakses
Oktober 31, 2025, https://kcic.co.id/kcic-siaran-pers/capai-78-juta-penumpang-whoosh-kini-jadi-kereta-komuter-super-cepat/
14.  Populix
Ungkap 94% Penumpang Merasa Puas Menggunakan Kereta Cepat Whoosh, diakses
Oktober 31, 2025, https://www.gadgetdiva.id/news/populix-ungkap-94-penumpang-merasa-puas-menggunakan-kereta-cepat-whoosh
15.  Survey
Populix: 94% Penumpang Merasa Puas Menggunakan Kereta Cepat Whoosh - SWA,
diakses Oktober 31, 2025, https://swa.co.id/read/452518/survey-populix-94-penumpang-merasa-puas-menggunakan-kereta-cepat-whoosh
16.  KCIC: 87
Persen Tenaga Kerja Kereta Cepat Jakarta-Bandung Pekerja Lokal, diakses Oktober
31, 2025, https://nasional.kompas.com/read/2022/02/09/19393221/kcic-87-persen-tenaga-kerja-kereta-cepat-jakarta-bandung-pekerja-lokal
17.  513 SDM
Lulus Ujian Untuk Mengoperasikan dan Merawat Kereta Cepat Whoosh - SWA, diakses
Oktober 31, 2025, https://swa.co.id/read/465218/513-sdm-lulus-ujian-untuk-mengoperasikan-dan-merawat-kereta-cepat-whoosh
18.  Indonesian
drivers successfully operate Whoosh high-speed train - ANTARA News, diakses
Oktober 31, 2025, https://en.antaranews.com/news/320511/indonesian-drivers-successfully-operate-whoosh-high-speed-train
19.  Wamenaker:
Hadirnya Kereta Cepat Ciptakan Kompetensi Tenaga Kerja Melalui Transfer
Teknologi : Berita : Kementerian Ketenagakerjaan RI, diakses Oktober 31, 2025, https://kemnaker.go.id/news/detail/wamenaker-hadirnya-kereta-cepat-ciptakan-kompetensi-tenaga-kerja-melalui-transfer-teknologi
20.  Misteri Rp2
Triliun Bunga Tahunan: Mengurai Beban Utang Whoosh, Kereta Cepat Kebanggaan
Indonesia - merdeka.com, diakses Oktober 31, 2025, https://www.merdeka.com/uang/misteri-rp2-triliun-bunga-tahunan-mengurai-beban-utang-whoosh-kereta-cepat-kebanggaan-indonesia-482801-mvk.html
21.  Indonesia
High-speed Rail Project a Financial 'Time Bomb,' Official Says - The Diplomat,
diakses Oktober 31, 2025, https://thediplomat.com/2025/08/indonesia-high-speed-rail-project-a-financial-time-bomb-official-says/
22.  Negosiasi
Utang Whoosh, Perpanjang Grace Period Dinilai Paling Realistis - KONTAN,
diakses Oktober 31, 2025, https://nasional.kontan.co.id/news/negosiasi-utang-whoosh-perpanjang-grace-period-dinilai-paling-realistis
23.  Soal
Restrukturisasi Utang Kereta Cepat Whoosh, Begini Kata Bos Danantara - KONTAN,
diakses Oktober 31, 2025, https://nasional.kontan.co.id/news/soal-restrukturisasi-utang-kereta-cepat-whoosh-begini-kata-bos-danantara
24.  Restrukturisasi
Utang Whoosh ke China Tunggu Keppres Prabowo - CNN Indonesia, diakses Oktober
31, 2025, https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20251025133945-92-1288388/restrukturisasi-utang-whoosh-ke-china-tunggu-keppres-prabowo
25.  Peningkatan
Pendapatan Bisnis Non Tiket di Kereta Cepat Whoosh - Metro TV, diakses Oktober
31, 2025, https://www.metrotvnews.com/read/N4EC4q8r-peningkatan-pendapatan-bisnis-non-tiket-di-kereta-cepat-whoosh
26.  Whoosh Telah
Layani 4 Juta Penumpang: Dampak Positif di Bidang Pariwisata - - KCIC, diakses
Oktober 31, 2025, https://kcic.co.id/kcic-siaran-pers/whoosh-telah-layani-4-juta-penumpang-dampak-positif-di-bidang-pariwisata/
27.  Stasiun
Whoosh Karawang Resmi Dibuka, Percepat Konektivitas Jakarta-Bandung, diakses Oktober
31, 2025, https://infopublik.id/kategori/nasional-ekonomi-bisnis/895425/stasiun-whoosh-karawang-resmi-dibuka-percepat-konektivitas-jakarta-bandung
28.  Bakal
Terintegrasi Whoosh, LRT Bandung Segera Dibangun dengan Jalur Prioritas Lintasi
Dago - PRFM News, diakses Oktober 31, 2025, https://prfmnews.pikiran-rakyat.com/bandung-raya/pr-137579395/bakal-terintegrasi-whoosh-lrt-bandung-segera-dibangun-dengan-jalur-prioritas-lintasi-dago?page=allsiun Whoosh
Karawang Dikebut, Begini Rencananya, diakses Oktober 31, 2025, https://finance.detik.com/infrastruktur/d-8119711/pembangunan-akses-jalan-stasiun-whoosh-karawang-dikebut-begini-rencananya
29.  Restrukturisasi
utang Whoosh dan pergeseran kerja sama infrastruktur, diakses Oktober 31, 2025,
https://gorontalo.antaranews.com/berita/363041/restrukturisasi-utang-whoosh-dan-pergeseran-kerja-sama-infrastruk
 
 


