Oleh Harmen Batubara
Di Asia, dunia seakan memasuki babak baru ketegangan geopolitik.
Sengketa China dan Jepang di Laut Cina Timur, benturan Thailand–Kamboja
di perbatasan, serta memanasnya kembali konflik di Laut Cina Selatan,
bukanlah peristiwa yang berdiri sendiri. Semuanya adalah bagian dari perubahan
besar yang sedang terjadi di kawasan: pertarungan kepentingan antara dua
adidaya — Tiongkok dan Amerika Serikat.
Tiongkok: Mengamankan
Pengaruh & Ruang Strategis
Tiongkok tengah berusaha mengamankan apa yang mereka anggap sebagai
“wilayah kepentingan vital.”
Dengan ekonomi yang melambat, Tiongkok semakin agresif menunjukkan kekuatan
militernya untuk memastikan:
- akses
laut tetap terbuka,
- jalur
dagang aman,
- negara-negara
tetangga tetap berada dalam orbit pengaruhnya,
- dan
proyek besar seperti Belt and Road tetap berjalan.
Di mata Tiongkok, setiap langkah negara lain di kawasan — termasuk
Jepang yang memperkuat militernya, ASEAN yang kian dekat ke Barat, dan
aktivitas angkatan laut Amerika — terlihat sebagai tekanan yang harus
ditanggapi.
Amerika Serikat: Menjaga
Dominasi & Menahan Pengaruh Tiongkok
Di sisi lain, Amerika Serikat juga sedang menghadapi pelemahan ekonomi
dan tekanan politik dalam negeri. Tetapi satu hal tidak berubah:
AS tidak ingin kehilangan pengaruh di Asia.
Kawasan Asia dianggap:
- titik
terpenting ekonomi dunia,
- jalur
perdagangan internasional,
- dan
tempat di mana masa depan geopolitik global akan ditentukan.
Itu sebabnya AS memperkuat aliansi di Asia:
- mendukung
Jepang,
- menambah
latihan militer dengan Filipina, Korea Selatan, dan Australia,
- serta
berusaha mendorong stabilitas agar negara-negara ASEAN tetap berpihak
(atau setidaknya tidak mendekat ke Tiongkok).
Ketegangan Kawasan: Efek
Domino Persaingan Global
Karena dua kekuatan besar ini saling mengawasi dan SAMA-SAMA sedang
dalam tekanan ekonomi, setiap insiden regional menjadi lebih sensitif:
- Jepang
dan China berselisih → dianggap bagian dari perebutan pengaruh maritim.
- Thailand
dan Kamboja memanas → kekosongan stabilitas memberi ruang intervensi
diplomatik adidaya.
- Laut
Cina Selatan kembali tegang → jalur strategis yang diperebutkan kedua
kubu.
Tidak semua konflik ini dipicu oleh AS atau Tiongkok, tetapi semuanya
ikut membesar karena ketidakpastian global.
Di Eropa, Amerika justru ingin perang Rusia–Ukraina segera mereda.
Mengapa? Karena Washington tidak ingin terjebak dalam dua teater konflik
sekaligus:
- satu
di Eropa Timur,
- satu
di Asia Pasifik.
AS mulai menyadari bahwa masa depan perebutan kekuatan global ada di
Asia, bukan lagi di Eropa.
Dengan kata lain, Amerika ingin mengalihkan energi, dana, dan perhatian ke
Asia untuk menghadapi Tiongkok.
Jadi… Apa yang Sebenarnya
Tengah Terjadi?
Kita sedang melihat pergeseran pusat gravitasi politik dunia dari
Barat ke Asia.
Dan di tengah pergeseran itu, dua adidaya — Tiongkok dan Amerika Serikat
— sedang mengukur kekuatan, menata ulang pengaruh, dan mencoba mempengaruhi
arah masa depan kawasan.
Akibatnya:
- Konflik
kecil tampak lebih besar.
- Gesekan
lama muncul kembali.
- Pergerakan
militer menjadi lebih sering.
- Dan
setiap negara di Asia harus pintar menyeimbangkan diri, agar tidak
terseret ke perang dingin versi baru.
Dunia Sedang Menuju Arah
Mana?
Jawabannya:
Menuju periode ketidakpastian yang panjang, di mana ekonomi melemah,
politik global naik turun, dan persaingan kekuatan besar semakin keras.
Namun di balik semua itu, negara-negara Asia — termasuk Indonesia —
punya peluang untuk menjadi penengah, stabilisator, dan kekuatan penentu arah
kawasan jika mampu menjaga keseimbangan diplomasi.


No comments:
Post a Comment