Terus terang, ketika Relawan Prabowo mengatakan akan membubarkan diri.
Hati saya merinding. Bukan karena apa-apa. Tetapi karena beratnya melawan
serangan Hoaks yang terorganisir oleh Buzzer dan Influencer lawan politik.
Lawan yang sudah kalah dan sakit hati.
Era digital telah membawa arus informasi yang tak terhingga,
menjadikannya berkah sekaligus tantangan. Di satu sisi, pengetahuan menjadi
lebih mudah diakses; di sisi lain, lautan data ini dibanjiri oleh hoaks dan disinformasi. Bagi masyarakat, menentukan
mana yang benar dan mana yang salah menjadi semakin sulit, terutama ketika akal sehat biasa saja tidak lagi memadai untuk
menavigasi kompleksitas tersebut.
Kita sering mendengar saran agar masyarakat menggunakan akal sehat untuk
memilah informasi. Namun, hal ini menjadi sangat sulit ketika dihadapkan pada
mesin propaganda yang canggih. Hoaks di era digital jarang berbentuk kebohongan
yang polos. Sebaliknya, mereka seringkali disajikan dalam kemasan yang emosional, berbasis narasi, dan
yang terpenting, didukung oleh figur otoritas digital: influencer dan buzzer.
Para pelaku ini (buzzer dan influencer) adalah ahli dalam membentuk
opini. Mereka tidak hanya menyampaikan pesan, tetapi juga membangun kerangka berpikir (framing) yang menonjolkan bias
kognitif alami manusia. Ketika sebuah informasi disampaikan oleh figur yang
dipercaya atau didukung oleh algoritma media sosial yang memperkuat gema dalam
"gelembung filter" kita, akal sehat seringkali terlena.
Narasi
yang Dirancang untuk Kepentingan Tertentu
Pesan-pesan yang didorong oleh kepentingan tertentu—baik politik,
komersial, atau ideologis—dirancang dengan sangat rapi. Mereka memanfaatkan
teknik psikologis untuk memicu kemarahan, ketakutan, atau
solidaritas kelompok. Dalam kondisi emosional seperti ini, fungsi
kritis akal sehat mudah terdistorsi. Sebuah konten yang didukung oleh ribuan
akun buzzer dan diviralkan oleh beberapa influencer ternama akan menciptakan ilusi konsensus, membuat pilihan yang salah terlihat
sebagai kebenaran yang dominan. Masyarakat awam, bahkan yang terdidik sekalipun,
seringkali merasa bingung dan lelah secara kognitif untuk terus-menerus melawan
arus dominan ini.
Untuk melawan kekuatan disinformasi, pendekatan yang reaktif saja tidak
cukup. Kita memerlukan strategi yang setara dan menggunakan bahasa serta platform yang sama efektifnya. Di sinilah letak urgensi untuk memiliki buzzer dan influencer yang berpihak pada
kebenaran, kejujuran, dan literasi digital.
Melawan
Api dengan Api (Positif)
Penggunaan platform dan teknik buzzing yang sama, tetapi dengan tujuan yang mulia,
menjadi krusial.
Membentuk
Narasi Tandingan: Influencer yang kredibel dapat membantu meruntuhkan hoaks dengan tidak
hanya membantah, tetapi dengan membangun narasi tandingan yang
lebih kuat dan berbasis fakta. Mereka menyajikan data dan analisis
dalam format yang mudah dicerna, menarik, dan emosional (positif), sehingga
mampu menandingi daya tarik hoaks.
Akselerasi
Informasi yang Benar: Buzzer yang berintegritas berperan sebagai "akselerator
kebenaran," memastikan bahwa klarifikasi resmi atau informasi yang faktual
tidak tenggelam dalam kebisingan media sosial. Mereka membantu menyeimbangkan
algoritma yang seringkali lebih memprioritaskan konten sensasional (hoaks).
Membantu
Masyarakat Mengambil Pilihan yang Benar: Dalam situasi dilematis, seperti
masa pemilihan umum atau krisis kesehatan, masyarakat membutuhkan tokoh panduan. Influencer yang benar dapat menjadi jangkar yang secara konsisten dan transparan
menganjurkan pilihan yang didasarkan pada bukti dan etika,
bukan sekadar kepentingan. Mereka memberikan pembenaran (justifikasi)
yang kredibel untuk pilihan yang sulit, melawan gempuran propaganda dari pihak
lawan.
Peran para "pejuang kebenaran" digital ini tidaklah mudah.
Mereka akan selalu menghadapi gangguan, trolling, dan
serangan siber dari pihak yang diuntungkan oleh disinformasi. Buzzer
dan influencer yang berintegritas harus didukung oleh komunitas dan ekosistem
yang kuat, yang tidak hanya mengadvokasi kebenaran tetapi juga:
Melindungi
Reputasi: Melawan kampanye disinformasi yang menargetkan kredibilitas mereka.
Memperkuat
Pesan: Memastikan pesan positif diulang dan disebarluaskan secara efektif
untuk melawan polarisasi yang diciptakan oleh buzzer lawan.
Pada akhirnya, di era di mana perhatian adalah
mata uang, dan algoritma adalah penjaga gerbang,
melawan hoaks hanya dengan akal sehat dan fakta saja adalah pertempuran yang
berat. Kita harus mengakui bahwa pertempuran narasi harus
dimenangkan di medan yang sama. Membangun dan memberdayakan barisan
buzzer dan influencer yang berintegritas bukan lagi sebuah opsi, melainkan
sebuah kebutuhan mendasar untuk menjaga kesehatan demokrasi,
literasi digital, dan kohesi sosial di era digital.
No comments:
Post a Comment