September 6, 2025

Kalau Saya Jadi Remaja Kembali di Desa Aekgarugur Masa Kini

 


Dulu, langit Aekgarugur hanya dibatasi oleh puncak Bukit Barisan dan atap-atap rumah. Pilihan terlihat sederhana: menjadi pengguris karet, pekebun, peternak, atau merantau untuk mengubah nasib. Tapi, kalau saya jadi remaja kembali di desa kita yang hijau dan damai ini, di masa kini, saya akan melihatnya dengan mata yang berbeda. Saya akan melihat bahwa setiap getah karet yang menetes, setiap ikan lele yang bergerak, dan setiap sawit yang berbuah adalah cerita yang ditunggu dunia.

Saya tidak akan memilih *antara* menjadi petani *atau* perantau. Saya akan memadukan keduanya: menjadi **Petani Digital**.

Pagi Hari: Bukan Hanya untuk Matahari, Tapi Juga untuk Kamera

Pukul setengah enam pagi, embun masih membasahi rumput. Saya tidak hanya akan membawa pisau sadap dan ember, tapi juga smartphone dengan stabilizer ringan dan power bank. Sebelum menyadap, saya akan menyalakan kamera.

**Konten:** Close-up tetesan getah karet pertama yang jernih menetes ke mulut mangkuk. Suara alam yang masih sepi, kicau burung, dan helaan nafas pagi. Judulnya: “Emas Putih Pertama di Aekgarugur.”

**Platform:** Reels YouTube Shorts, TikTok. Cukup 30-60 detik yang powerful.

Sambil menyadap, saya akan merekam prosesnya. Bukan sebagai pekerjaan monoton, tapi sebagai sebuah seni. Saya akan jelaskan bagaimana menyadap yang baik agar pohon tidak rusak, bagaimana membaca arah alur getah, dan bagaimana menghargai setiap tetesnya.

**Siang Hari: Belajar dari Kandang dan Kolam**

Pulang dari kebun karet, saya akan mampir ke kolam lele atau kandang ayam. Ini adalah studio konten yang sempurna.

**Konten:** “Feeding Time -waktu makan Lele Jam 10.000 ” Akan kuTunjukkan bagaimana cara memberi pakan yang efisien, bagaimana melihat tanda-tanda ikan sehat, dan bahkan menjawab pertanyaan sederhana: “Apa yang dirasakan ikan lele ketika diberi makan?” dengan gaya yang fun.

**Platform:** Live Instagram atau TikTok Live. Berinteraksi langsung dengan penonton yang penasaran dengan kehidupan desa.

**Sore Hari: Editing di Tengah Kebun Sayur**Setelah membantu jualan sayur atau memetik sawit, saya akan mencari spot yang cantik—mungkin di gubuk sawah atau di bawah pohon rindang. Dengan kuota internet yang sudah dijadwalkan, saya akan mengedit video pagi dan siang tadi.

Saya akan belajar editing sederhana: menambahkan subtitle (karena banyak yang nonton tanpa suara), musik yang enak, dan teks penjelasan. Hasilnya diupload ke YouTube sebagai dokumentasi yang lebih panjang, atau dipotong-potong untuk TikTok.

**Malam Hari: Merancang Strategi dan Belajar Online**

Inilah saatnya untuk menjadi baik sebagai petani dan mahasiswa. Hasil dari konten (meski sedikit) dan hasil dari menjual getah karet atau sayuran, akan saya tabung. Tidak untuk main-game, tapi untuk membeli buku kuliah online atau malah siap-siap untuk Kuliah di Universitas Terbuka, atau mengikuti kursus digital marketing gratis di Internet.


Saya akan belajar Saya Akan Terus Mengasah Ketrampilan :

**SEO:** Agar video “cara beternak lele organik” saya muncul di pencarian teratas.

**Copywriting:** Agar caption jualan sayur dan buah saya di Instagram lebih menarik.

**Branding:** Membuat nama sederhana seperti “Petani Aekgarugur” atau “Kebun Kreatif Bukit Barisan” sebagai identitas.

**Penghasilan yang Berlanjut: Dua Sumber, Satu Hati**

1.  **Penghasilan Konvensional:** Hasil dari menjual getah karet, sayuran, lele, atau ayam. Ini adalah penghasilan fisik yang nyata dan terjamin.

2.  **Penghasilan Digital:** Ini yang akan membuka pintu keajaiban:

    **Google AdSense** dari YouTube.

    **Program Kreator** dari TikTok.

    **Brand Deal** atau sponsorship dari perusahaan pertanian, alat tukang, atau bahkan produk lokal.

    **Jualan Online** hasil pertanian yang dikemas lebih baik dan dijual dengan harga premium karena punya cerita (“Lele yang kamu lihat tumbuh dari kecil ini bisa dipesan sekarang!”).

**Suasana yang Menyenangkan? Tentu!**

Ini bukan tentang kerja keras membanting tulang, tapi tentang **berkarya dengan bahagia**. Bayangkan:

  • ·       Memandangi Bukit Barisan sambil mencari angle terbaik untuk video.
  • ·       Tertawa dengan teman-teman di kebun karena ide konten yang lucu.
  • ·       Bangga ketika ada komentar dari kota besar bahkan luar negeri: “Wow, saya baru tahu prosesnya begini, terima kasih ilmunya!”
  • ·        Merasa percaya diri karena tidak ketinggalan zaman, justru menjadi trendsetter yang mempopulerkan kehidupan desa.

Kalau saya jadi remaja kembali di Aekgarugur masa kini, saya akan melihat gunung bukan sebagai penghalang, tapi sebagai background video yang epic. Saya akan melihat pekerjaan orang tua saya bukan sebagai sesuatu yang kuno, tapi sebagai harta karun konten yang tak ternilai.

 Karena penghasilan yang cukup untuk kuliah tidak harus dicari dengan pergi meninggalkan desa. Ia bisa ditumbuhkan dari tanah desa itu sendiri, dan disebarkan ke seluruh dunia melalui jarin kita. **Aekgarugur bukan lagi titik awal untuk pergi, tapi panggung utama untuk berkarya.**

No comments:

Post a Comment